KEMBALI NORMAL: Venny Yuniati mendengarkan penjelasan dr Rahadian Indarto Susilo SpBS tentang kondisi otak yang terkena tumor pituitary.(Muniroh/Jawa Pos)

SURABAYA – Kasus gigantisme atau tumbuh seperti raksasa tidak hanya terjadi pada anak-anak. Tapi, itu juga bisa dialami orang dewasa. Namanya akromegali. Gejalanya, tangan, kaki, dan rahang terus membesar. Padahal, usianya sudah lewat masa pertumbuhan. Misalnya, yang terjadi pada Venny Yuniati.
Perempuan berusia 38 tahun itu memiliki kondisi yang berbeda dengan orang kebanyakan. Tangannya lebih gendut. Ukuran kakinya juga besar jika dibandingkan dengan tubuhnya. Setelah diperiksa, Venny menderita akromegali. ”Pipi, hidung, dan mata saya bengkak. Seperti orang habis menangis. Awalnya, saya pikir normal. Tapi, kok banyak gejala lain,” ujarnya di RS Premier Surabaya Jumat (6/3).
Gejala awal, tangannya sering kesemutan. Juga sering mati rasa saat menulis. Ketika tidur, Venny jadi mendengkur, padahal sebelumnya tidak pernah. Selain itu, menstruasinya mulai tidak teratur. Bisa dua, empat, enam, hingga delapan bulan sekali.
Awalnya, dia tidak mengetahui terkena akromegali. Venny mengaku terkena penyakit tersebut pada 2011 setelah melahirkan anak keduanya, Kayleen. Ketika itu, berat badannya tidak kunjung turun. Padahal, ketika melahirkan anak pertama, berat badannya bisa segera kembali normal. Pembesaran juga mulai terjadi di bagian tertentu. Misalnya, tangan dan kaki. Ukuran sepatunya naik dua digit, dari 38 ke 40.
Fenny berkeliling untuk berobat. Dia berobat ke dokter saraf, kandungan, hingga gigi. Dia juga menjalani pemeriksaan MRI. Tidak ada yang mengetahui dia menderita penyakit yang digolongkan tumor otak itu. ”Ginjal, jantung, kandungan sudah dicek semua. Tidak ada masalah. Sampai dikira lupus. Saya juga sudah shopping dokter. Tapi, enggak ada yang tahu sakit apa. Akhirnya, saya bertemu tim dokter saraf yang tahu,” ungkapnya.
Dokter yang menangani Venny berasal dari Brain Tumor & Pituitary Disorder Center. Yakni, pusat tumor otak dan kelainan pituitary satu-satunya di Indonesia. Mereka juga merupakan dokter dari Surabaya Neuroscience Institute (SNeI). Salah seorang anggotanya dr Rahadian Indarto Susilo SpBS.
Menurut Rahadian, Venny tidak kunjung sembuh lantaran penyakit utamanya belum berhasil didiagnosis. Venny sejatinya menderita tumor otak pada kelenjar pituitary. Itu adalah kelenjar penghasil hormon yang mengendalikan organ manusia. Kelenjar tersebut sebesar kacang polong. Lokasinya di pusat otak di belakang hidung dan mata. Terganggunya organ itu bakal berpengaruh besar pada keseluruhan tubuh.
Pada kasus Venny, seluruh anggota tubuhnya tampak tidak bermasalah. Namun, saat diperiksa hormonnya, baru terlihat masalahnya. Hormon pertumbuhan yang normalnya 0–5 pada Venny mencapai 50. ”Sepuluh kali lipat lebih. Venny terlambat ditangani karena tidak dicek hormonnya. Jarang sekali orang cek hormon,” ujar Rahadian.
Menurut dia, tumor pituitary harus segera ditangani. Sebab, jika dibiarkan, itu bisa berbahaya. Pasien akan mengalami perubahan berat badan yang tidak normal. Mereka juga kehilangan menstruasi sebelum menopause dan menekan saraf optik sehingga mengganggu penglihatan. Jika sudah parah, penderita hanya bisa melihat di depan mata. Jarak pandangnya kecil. Sekitarnya gelap. ”Juga merangsang diabetes, kemandulan, sampai pada laki-laki bisa disfungsi ereksi. Jantungnya juga ikut membesar. Bisa gagal jantung,” jelas Rahadian.
Dia mengatakan, kasus tumor pituitary saat ini semakin banyak. Dalam sepekan, dia mengoperasi dua sampai tiga pasien. Kasus tersebut tertinggi ketiga pada tumor otak selain glioma dan meningioma. Tumor pituitary bisa membesar hingga 4 cm dari bentuk awalnya yang hanya sebesar kacang polong. ”Ini tumor otak primer. Penanganannya sulit. Terkait dokter dari bidang lain selain saraf juga,” ungkapnya.
Menurut Rahadian, tindakan operasi untuk kasus tersebut saat ini menggunakan teknologi terbaru. Jika dulu operasi kepala harus membuka tengkorak, kini caranya tidak lagi seperti itu. Ada teknik endoskopineurosurgery. Caranya, sebuah alat khusus dengan dilengkapi kamera dimasukkan lewat lubang hidung. Dari situ, dokter akan mengambil tumornya. ”Tanpa irisan. Kami juga memiliki alat khusus penyedot tumor. Walau tumor keras, bisa disedot. Namanya ultrasonic surgical aspiration. Alat penyedot tumor dengan gelombang ultrasonik,” ujarnya.
Venny dioperasi dengan menggunakan teknik tersebut. Hasilnya, pascaoperasi hormon pertumbuhannya langsung normal di angka 5. Mukanya pun tidak bengap lagi. Menstruasinya normal per bulan. Rahadian berharap tumor pituitary dapat dideteksi sejak dini. Karena itu, jika mengalami gejalanya, penderita segera berobat ke dokter saraf. ”Berobat di Surabaya saja. Ada yang sudah ditanggung BPJS juga. Kalau di Singapura, bisa Rp 300 juta. Untuk apa, di sini juga bisa,” katanya.