dr Wee Siew Bock MBBS MMed FRCS. (Fahmi/Jawa Pos)

SURABAYA – Kanker memang merupakan penyakit yang obat dan penyebabnya belum ditemukan. Karena itu, penanganan kanker tidak bisa dipukul rata. Termasuk kanker payudara.
’’Tiap pasien kanker itu unik, penanganannya berbeda. Kalau disamaratakan, bisa jadi makin parah,’’ tegas dr Wee Siew Bock MBBS MMed FRCS.
Saat ditemui di Kawi Lounge Hotel Sheraton Surabaya Rabu (4/3), spesialis bedah kanker payudara yang berpraktik di Parkway Cancer Center Singapura tersebut mengungkapkan, penanganan kanker tidak hanya berhenti di meja operasi.
Kanker harus ditangani tim dokter yang terintegrasi. Dari kerja sama itulah, muncul operasi invasif minim luka. Meski hanya berbekal jarum khusus,keyhole surgery tersebut mampu mengangkat kanker hingga ukuran kurang dari 20 sentimeter.
Jarum yang digunakan dalam operasi itu berbeda dengan peranti operasi pada umumnya. ’’Alat ini memungkinkan dokter memotong benjolan dari dalam,’’ kata lulusan Medical School of the National University of Singapore itu. Jika ukurannya kurang dari 1 cm, tumor bisa disedot dengan menggunakan jarum tersebut. Luka yang ditimbulkan kecil, hanya 4–5 milimeter.
Umumnya, menurut dokter yang menempuh program spesialis di Sydney itu, operasi payudara dengan teknik tersebut tidak banyak mengubah bentuk buah dada. ’’Tidak perlu implan segala. Sebab, dokter sudah memperhitungkan bentuk akhirnya saat menutup sayatan operasi,’’ tegas Wee.
Bukan cuma bentuk, dengan teknik itu, fungsi payudara minim berubah pascabedah. Tentu, itu juga bergantung pada lokasi dan perencanaan operasi. Wee tidak memungkiri bahwa fungsi payudara bakal terpengaruh jika benjolan berada di daerah puting dan kelenjar susu (glandula mammae).           
Meski memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan operasi konvensional, keyhole surgery wajib diiringi tindakan lanjutan. ’’Banyak opsi. Bisa terapi radiasi, kemoterapi, dan terapi hormon. Bergantung jenis sel kankernya,’’ ujar pria yang menguasai empat bahasa itu. Tindakan tersebut harus dilakukan karena payudara merupakan organ aktif yang dipengaruhi siklus hormon.
Spesialis yang juga berpraktik di Mt Elizabeth Medical Center itu menegaskan, mencegah tetap lebih baik ketimbang mengobati. Upaya deteksi dini dengan gerakan periksa payudara sendiri (sadari) bisa dilakukan sejak perempuan akil balig di usia 12 tahunan. Mamografi disarankan bagi mereka yang menginjak usia 40 tahun dan berisiko tinggi.