TAKTIS: Salah satu grappler Gabby Mellysa sedang mengunci lawan. Olahraga grappling cocok untuk bela diri perempuan. (Dipta Wahyu/Jawa Pos)

SURABAYA – Tak ada darah. Hanya muka yang memerah dan keringat yang mengucur deras di pertarungan yang terjadi di Surabaya Town Square (Sutos) mal Sabtu (14/2). Lebih dari 70 petarung terlibat ”perkelahian” sengit. Namun, jangan salah sangka dulu. Yang terjadi bukanlah kerusuhan tapi kompetisi grappling yang diikuti para petarung atau grappler se-Indonesia. Mereka mengikuti Super Grappler 2015 Submission Challenge Ke-9 yang kali ini diadakan di Surabaya.
Grappling adalah jenis olahraga seni pertarungan atau bela diri yang menaklukkan lawan dengan melakukan teknik kuncian/cekikan. Dalamgrappling, petarung tidak boleh melakukan tinjuan, tendangan, sikutan, dan serangan-serangan benturan lainnya. ”Intinya adalah pelumpuhan hingga lawan menyerah. Submission grappling itu semacam mixed martial art tanpa serangan pukulan,” ungkap Yudhi Eko Prasetyo, panitia kompetisi.
Bila dibawa ke sebuah kompetisi, permainan itu mengejar submission atau pernyataan menyerah dari lawan dengan memberikan tanda ”out”. Namun, jika tidak ada kata menyerah, waktunya hanya delapan menit untuk unjuk kebolehan. Bisa dibayangkan, dua petarung bergumul melumpuhkan lawan dengan saling menindih dan mengunci. Permainan memang lebih banyak dibawa ke lantai. Sebab, itulah cara efektif untuk membatasi ruang gerak lawan.
Setiap sela tubuh yang terbuka, misalnya, siku atau lutut, bisa berpotensi menjadi objek pelumpuhan. Ketika ditindih, belum berarti petarung kalah. Pasalnya, kuncian kaki di kepala bisa membalik keadaan. Gerakannya pun lincah. ”Grappling itu mencakup banyak olahraga, termasuk brazilian jujitsu, judo, jujitsu, sambo, gulat, MMA, kravmaga, dan olahraga lainnya yang menggunakan teknik kuncian dan cekikan,” jelas Yudho.
Di Surabaya, olahraga itu cukup berkembang pesat. Hal tersebut terbukti di penyelenggaraan kesembilan kali ini. Sudah banyak wasit yang berasal dari Surabaya dan komunitasnya pun semakin banyak. Mayoritas peminatgrappling adalah laki-laki. ”Di klub kami, GFT memang kebanyakan cowok. Padahal, sebenarnya yang butuh bela diri ini perempuan lho,” ungkap Samuel Nendra, 23.
Gabby Mellysa, grappler dari Jakarta, dan Yulianita, grappler dari Malang, merasa lebih percaya diri setelah menekuni olahraga itu. ’’Melatih mental. Saat terdesak, tidak mudah menyerah dan harus bisa melawan. Mikir celah mana aja yang bisa digunakan,” ungkap Yulianita yang tergabung dalam Warrior Fight Camp Malang.
Bonus plusnya, olahraga tersebut membakar banyak kalori. Menurut Harvard Medical School, 30 menit bertanding grappling bisa membakar 223–372 kalori. ”Selain memang hobi, bonusnya memang bisa bela diri dan menjaga bentuk tubuh,” ungkap Gabby, 27.