Foto Ilustrasi. (Dok. Jawa Pos)

JAKARTA – Kinerja industri hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia tahun ini mengkhawatirkan. Hal tersebut terlihat dari realisasi pengeboran sumur migas hingga Oktober. Meski capaian pengeboran sudah melebihi 1.000 sumur, upaya yang dilakukan dalam rangka eksplorasi masih mencapai puluhan.
Kepala Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rimbono mengatakan, pengeboran sumur baru hingga Oktober saat ini mencapai 1.036 titik. Realisasi tersebut didominasi sumur pengembangan sebanyak 969 titik atau 93 persen dari total pengeboran. Sedangkan pengeboran sumur eksplorasi baru mencapai 67 titik.
’’Kalau dilihat dari perbandingan dengan sumur pengembangan, capaian sumur eksplorasi kalah jauh. Kecilnya jumlah pengeboran sumur eksplorasi ini memang dilema pada industri hulu migas beberapa tahun belakangan. Tapi, ini adalah kenyataan yang sampai saat ini belum bisa diatasi,’’ terang Rudi, Minggu (9/11).
Dia menjelaskan, sumur eksplorasi yang telah digali terdiri atas 53 sumur migas konvensional dan 15 sumur nonkonvensional. Hanya, capaian tersebut tak sesuai ekspektasi. Sebab, angka itu baru mencapai 51 persen dari pengeboran sumur eksplorasi 2014 sebanyak 132 titik. ’’Yang tak bisa diingkari adalah masih banyak upaya eksplorasi yang masih terkendala. Kebanyakan soal pembebasan lahan dan beberapa prosedur izin,’’ tambahnya.
Dengan sisa dua bulan, Rudi merasa pesimistis kinerja eksplorasi migas Indonesia bisa memenuhi target. Meski terus berkomunikasi dengan perusahaan migas, dia mengaku sulit mengerjakan sisa rencana pengeboran eksplorasi sebanyak 65 sumur. Dia pun mengaku hanya bisa mengejar maksimal 80 persen dari target tahun ini.
’’Kalau kami sebenarnya ingin mencapai sekitar 100 sumur eksplorasi. Supaya tak jauh berbeda dengan realisasi sumur eksplorasi tahun lalu, yakni 101 titik. Tapi, secara realistis kami memprediksi bisa mencapai sekitar 80–90 sumur eksplorasi hingga akhir tahun,’’ jelasnya.
Memang, lanjut dia, cara berpikir industri hulu migas Indonesia belum ideal. Mereka lebih berpikir untuk mempertahankan produksi pada wilayah kerja yang sudah berproduksi. Hal tersebut bisa dilihat dari capaian sumur pengembangan yang sudah mencapai 76 persen dari target total 1.261 titik. ’’Kalau sumur pengembangan, kemungkinan targetnya tercapai 100 persen,’’ ujar Kepala Subbagian Komunikasi, Hubungan Media, dan Protokol SKK Migas Zuldadi Rafdi.
Rudi pun berharap, upaya untuk mendukung eksplorasi bisa dilakukan seluruh pihak yang terkait. Terutama, lembaga yang berwenang terkait beberapa kendala eksplorasi seperti lahan dan perizinan. ’’Kami selalu berusaha untuk mendorong kegiatan ini. Tapi, kami tidak bisa sendirian dalam upaya ini,’’ terangnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Dipnala Tamzir mengungkapkan, eksplorasi migas di Indonesia justru mendapat beberapa hambatan dari sisi pemerintah. Contohnya, pajak bumi dan bangunan yang memberatkan perusahaan. Pada periode 2012–2013, pemerintah sempat menarik Rp 2,6 trilliun untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) eksplorasi. ”Beberapa perusahaan mengaku PBB-nya jauh lebih besar daripada dana komitmen mereka,” ujarnya.