Dok. JPNN
JAKARTA – Rencana Menkum HAM Yasonna Laoly merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 terkait pemberian remisi bagi terpidana kasus korupsi terus menjadi perbincangan. Sebab, korupsi masih dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang perlu penanganan khusus.
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP mengatakan, rencana revisi tersebut harus dilihat dari apa sebenarnya tujuan menteri menerapkan kebijakan itu. "Kalau semangatnya adalah mengembalikan (pemberian remisi) itu kepada Menkum HAM, itu memang domainnya Menkum HAM," kata Johan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (24/3).
Namun, Menkum HAM harus berhati-hati apabila tujuannya adalah memberikan narapidana kasus korupsi kesempatan dan hak yang sama dengan narapidana lain. "Saya kira itu sebuah kemunduran," katanya. Sebab, sebelumnya Presiden Jokowi sudah menegaskan agar pemberian remisi terhadap koruptor dibatasi.
Senada dengan Johan, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, rencana Menkum HAM merevisi PP yang mengatur pemberian remisi adalah hal yang wajar. "Itu kalau titik tolaknya ingin memanusiakan narapidana," katanya.
Namun, dia menilai bahwa pembatasan remisi kepada terpidana korupsi bukan sesuatu yang diskriminatif. Sebab, terpidana korupsi pun bisa dibebaskan secara bersyarat. "Asal bukan justice collaborator dan sudah mengembalikan uang negara," kata politikus PPP itu.
Dia menyarankan agar Menkum HAM tidak terburu-buru merealisasikan rencana tersebut. "Kalau pun ada wacana revisi, harus menunggu penetapan sistem peradilan pidana terintegrasi," katanya.