Benjamin Netanyahu (kiri) dan Isaac Herzog.

JERUSALEM – Masa depan Benjamin Netanyahu dipertaruhkan. Selasa (17/3) Israel menggelar pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Knesset alias parlemen. Meski popularitas pemimpin 65 tahun itu sedang turun, peluangnya untuk kembali menjadi penguasa Israel tetap tinggi.
Sekitar 5,8 juta pemilih dewasa berhak menentukan komposisi parlemen melalui pemungutan suara kali ini. Para pemilih mempunyai waktu hingga pukul 22.00 waktu setempat untuk menyuarakan aspirasi mereka. Suara mereka penting guna mengisi 120 kursi di parlemen. Beberapa menit setelah tempat pemungutan suara (TPS) ditutup, publik sudah bisa mengetahui hasil pemilu sementara.
Jajak pendapat terakhir yang dipublikasikan Senin lalu (16/3) masih memberikan kemenangan bagi koalisi partai politik (parpol) sayap kiri moderat, Zionist Union. Koalisi itu terdiri atas Partai Buruh dan Partai Hatnuah. Sejauh ini, koalisi parpol yang memunculkan Isaac Herzog dan Tzipi Livni sebagai dua kandidat perdana menteri (PM) tersebut adalah saingan terbesar Partai Likud yang dipimpin Netanyahu.
’’Saya ingin melihat Netanyahu tersingkir untuk jangka waktu yang lama,’’ papar Shulamit Laron, perempuan paro baya yang tinggal di Kota Jerusalem. Dia lantas menambahkan bahwa hubungan Israel dan Palestina menjadi isu paling penting sepanjang kampanye berlangsung. Dia berharap pemilu kali ini bisa mengubah kebijakan Israel tentang Palestina.
Tidak seperti Likud yang anti-Palestina, Zionist Union malah sebaliknya. Aliansi dua partai tersebut berjanji memperbaiki hubungan Israel dan Amerika Serikat (AS). Selain itu, mereka akan membuat Israel berdamai dengan Palestina. Terkait dengan kebijakan dalam negeri, Zionist Union menjanjikan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Mereka akan berusaha keras menghapuskan perbedaan antara kaya dan miskin.
Demi mendongkrak suara, di ujung kampanye hari terakhirnya, Livni menarik diri dari kesepakatan tentang PM bergilir. Skenario awal Zionist Union menempatkan Herzog dan Livni sebagai PM yang periode kepemimpinannya akan bergantian. Tetapi, wacana tersebut justru membuat suara mereka berkurang. Karena itu, Livni lantas memutuskan untuk tidak mengincar kursi PM.
Dalam kampanye terakhirnya di Jerusalem, Netanyahu menegaskan bahwa dirinya tidak akan pernah membiarkan Palestina menjadi negara. Itulah yang membuat perundingan damai kedua negara tidak pernah berhasil hingga sekarang. Apalagi, Israel masih tetap mencaplok wilayah Palestina lewat pemekaran kawasan hunian alias permukiman warga Israel.
’’Kita akan tetap mempertahankan persatuan Jerusalem dari segala lini. Kita akan melanjutkan pembangunan di sana supaya tidak ada celah bagi pihak lain untuk mengklaim wilayah tersebut,’’ papar Netanyahu. Komentar tersebut langsung direaksi pejabat Palestina, Hanan Ashrawi. Menurut dia, pernyataan Netanyahu itu terlalu berbahaya dan malah bisa menjerumuskan Timur Tengah dalam konflik yang lebih besar.