TAK ADA OBATNYA: Jose Edward di ruang ICU RS Mitra Medika Surabaya. (Dimas Alif/Jawa Pos)

SURABAYA – Wajah imut Jose Edward membuat siapa pun yang melihat mudah jatuh hati. Jose bukan bocah biasa. Pada usia yang baru memasuki dua tahun, dia harus merasakan berbagai kesakitan. Kelahiran 27 September 2012 itu didiagnosis lumpuh sejak lahir. Dia hanya bisa terbaring di atas tempat tidur ICU RS Mitra Medika. Di sekujur tubuhnya tersambung berbagai macam slang.
Saat ditemui, Jose sedang terjaga. Jika bocah lain seumurannya mulai bisa berbicara, dia tidak. Jose tidak mampu mengucapkan satu pun kata. Namun, gurat di wajahnya menampilkan senyuman. "Jose, sehat ya sayang, sembuh ya," ujar Abigail Jenny Yang, sang ibunda.
Jose mengangguk mendengar harapan itu. Anggota tubuhnya yang lain tidak bisa banyak bergerak. Tangan kirinya ditempeli slang infus, sedangkan yang kanan memegang mobil mainan. Di lehernya ada slang pernapasan. Dokter membuat lubang trakeostomi (tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat masuk ke paru-paru) di trakea.
Jenny mengatakan, Jose didiagnosis dokter menderita spinal muscular atrophy (SMA). Itu adalah jenis penyakit langka yang menyerang saraf dispinal (tulang belakang) dan saraf menuju otot. Kondisi tersebut baru saja diketahui keluarga. Awalnya, anak ketiga di antara tiga bersaudara tersebut diduga menderita cerebral palsy (CP).
Menurut Jenny, Jose lahir dengan kondisi berbeda dari bayi normal. Kulit tubuhnya kuning. Batok kepala bagian kiri Jose lebih besar daripada yang kanan. Dada kanannya mendelep. Kelainan lain terus bermunculan sepanjang pertumbuhannya. Dia tidak mampu menggerakkan anggota tubuh. Jika anak usia tiga bulan mulai tengkurap, Jose tidak bisa. Selain itu, lehernya seperti tidak memiliki otot. Kalau tidak dipegangi, leher Jose langsung terjatuh menghadap bawah atau justru mendongak ke atas. "Lumpuh. Merangkak nggak bisa. Tangan tidak bisa buat naik turun," ujar Jenny.
Jenny mengungkapkan, Jose segera dibawa ke rumah sakit. Saat itu dokter memvonis dia terkena CP. Namun anehnya, Jose tampak tidak mengalami gangguan pada kemampuan otaknya. Pada 2014, Jose keluar masuk rumah sakit sampai tiga kali. Yakni, pada Mei, Oktober, dan Desember. Selain sulit bergerak, keluhan lainnya adalah sesak. Dia sulit bernapas. Pada akhir tahun lalu, Jose berada di rumah sakit hampir sebulan penuh. Namun, kondisinya tidak kunjung membaik.
Akhirnya, keluarga memutuskan untuk membawa Jose ke Singapura pada pertengahan Januari lalu. Dokter di Negeri Singa itulah yang memvonis Jose menderita SMA tipe II. Tipe tersebut menyerang penderita di atas enam bulan. Dokter menyarankan tenggorokan Jose segera dilubangi untuk memudahkan pernapasan. Namun, seperti terkena petir di siang bolong, dokter menyampaikan belum ada obat untuk SMA. "Katanya ganas. Yang diserang otot. Kaki Jose mengecil. Batang otak sama paru-paru juga kena," ungkap Jenny.
Keluarga memutuskan membawa pulang Jose ke Surabaya. Biaya pengobatan di Singapura tidak sedikit. Di Surabaya, Jose menjalani rawat inap di ICU RS Mitra Medika itu. Tubuhnya langsung dipasangi ventilator. Banyak slime atau lendir di paru-parunya sehingga perlu dipompa dengan menggunakan alat bantu pernapasan tersebut.
Selama dirawat, kondisi Jose sering drop. Bahkan, Jenny menyebut putranya pernah hampir mengembuskan nyawa terakhir. Tubuhnya juga terus mengurus lantaran kesulitan menelan makanan. Saat ini berat badannya hanya 7,6 kg. Jose hanya bisa mengonsumsi susu melalui sonde di hidung.
Jenny sadar kasus SMA sangat jarang ditemukan. Di Indonesia belum ada perkumpulan penderitanya. Obatnya juga belum ditemukan. Hingga kini obatnya masih diriset di Singapura dan Amerika Serikat. Perempuan yang berdomisili di kawasan Villa Kalijudan itu berharap kondisi Jose semakin baik. Kalaupun tidak bisa sembuh, dia bisa survive. Sebab, sang bocah memiliki semangat hidup tinggi. Meski sering disuntik, dia tidak rewel atau menangis. Terkadang, Jose hanya meringis menahan nyeri ketika slime di dada, mulut, dan hidungnya dibersihkan setiap hari. Hanya, sering terlihat butiran air mata yang keluar. Membuat iba.
Saat ini keluarga berniat membawa Jose pulang ke rumah. Tagihan dari rumah sakit terus membesar. Bahkan, Jenny memiliki tunggakan. Perawatan Jose selama hampir tiga bulan ini menghabiskan ratusan juta rupiah. Mereka juga membutuhkan dana untuk membeli ventilator yang akan dipasang di kamar Jose. Keluarga masih berharap ada mukjizat untuk kesembuhannya. "Selama ini semua biaya perawatan Jose hasil sumbangan. Dari teman-teman yang peduli. Mereka galang dana. Karena beli ventilator mahal, semoga Ibu Wali Kota dan Gubernur bisa membantu," ujar Jenny.
Sementara itu, dokter spesialis anak yang menangani Jose, dr Prastiya Indra Gunawan SpA, mengakui kasus SMA memang langka. Dia hanya menjumpai dua sampai empat kasus. Penyakit tersebut mengakibatkan kelemahan dan atrofi pada otot-otot tubuh secara progresif. "Penyakit ini diturunkan dari orang tua. Autosomal resesif atau genetik," ungkapnya.
Menurut dia, penyakit SMA menyerang sistem saraf otot. Pusatnya berada di tulang belakang dan sebagian otak. Salah satu gen, yakni survival motor neuron (SMN) 1, dirusak penyakit tersebut. Padahal, gen tersebut mengatur sistem saraf motorik. Akibatnya, otot yang seharusnya kuat menjadi lemah. Bagian tubuh seperti tangan dan kaki mengecil, kurus, dan kerempeng. Bahkan, SMA bisa menyerang paru-paru dan jantung sehingga cukup mematikan bagi penderitanya.
Prastiya mengatakan, ada empat tipe penyakit SMA. Tipe I menyerang bayi umur 0–6 bulan. Tipe II mengenai umur 6–18 bulan. Tipe III menyerang remaja dan tipe IV menimpa orang dewasa. Semakin awal levelnya berarti kian berbahaya. Salah satu gejala utamanya, anggota tubuh penderita tidak memiliki tenaga. "Kalau pada bayi, kelihatan tidak ada tonus ototnya. Biasanya, bayi dipegang meronta. Yang kena SMA malah melorot, licin. Namanya floppy infantKepley. Tidak bisa gerak," ungkapnya.
Menurut Prastiya, SMA sulit disembuhkan. Dalam beberapa kasus, bayi tidak akan bertahan hingga umur empat tahun. Pada kasus Jose, Prastiya mengaku tidak akan menyerah. Satu-satunya penanganan saat ini adalah cara konservatif. Yakni, mengatasi komplikasi penyakitnya. Anggota tubuh yang kaku akan difisioterapi.
Lalu, diberikan obat agar pelemahan otot tidak progresif. Prastiya juga melatih otot napas Jose. Penderita SMA rentan radang paru-paru. Napas menjadi sesak. "Merangsang paru-paru berjalan. Sambil masih pakai ventilator. Nutrisi juga diperhatikan. Kami melakukan yang terbaik," ujarnya.
Dokter alumnus FK Unair itu menyebut ikhlas jika keluarga akan memulangkan Jose. Namun, ventilator sebaiknya harus tersedia. Sebab, itu yang men-support kehidupan Jose. "Mudah-mudahan baik kondisinya," ungkap Prastiya.
Prastiya meminta seseorang dengan gejala kelemahan atau kelumpuhan pada tangan dan kaki segera dibawa ke dokter agar bisa ditangani. Sebab, SMA bisa menyerang orang dewasa. Awalnya tidak pernah ada gejala, lalu mendadak terserang penyakit langka tersebut. "Penyakit ini incurable (tidak bisa diobati). Harus diwaspadai. Saya sedang riset. Semoga bisa mencari obatnya," tandasnya.