ANGKAT SENDIRI: Gibran (tengah) turun tangan di dapur. Berbekal keinginan keras untuk belajar, dia mengembangkan bisnis katering.(Iswara Bagus Novianto/Radar Solo/JPNN)

Alih-alih meneruskan bisnis furnitur keluarga, Gibran Rakabuming Raka, 27, putra sulung Presiden Joko Widodo, memutuskan merintis bisnis katering sejak Desember 2010. Jawa Pos For Her bersama beberapa media berkesempatan melihat langsung dapur Chilli Pari Catering milik Gibran di Solo pada Sabtu (8/11).
Apa yang membuat Anda menerjuni bisnis di bidang katering?
Ya, belajar ajatrial and error. Sering rugi dan dikomplain karena kurang rasa. Tapi, saya tetap berusaha merespons keinginan klien. Salah satunya menyajikan makanan tradisional dengan konsep modern.
Apakah ada background masak-memasak?
Bapak saya saja ndak punya background presiden ya jadi presiden.
Mengapa memilih nama Chilli Pari? Bagaimana proses pemilihan nama tersebut?
Ketika akan memulai bisnis kan membuat daftar nama, banyak, saya lupa jumlahnya. Akhirnya, yang dipilih Chilli Pari. Chili itu lombok (cabai) yang melambangkan semangat. Pari adalah padi dalam bahasa Jawa yang berarti kemakmuran.
Bisnis katering dimulai setelah lulus atau sebelum lulus kuliah?
Saya masuk SMA di Singapura. Waktu itu saya lihat di pameran pendidikan, dolar masih murah. Kemudian, saya melanjutkan D-1 di Sydney, Australia, bidang general business cuma 1–1,5 tahun. Saya merasa susah, terus kuliah S-1 di Singapura jurusan marketing. Saya wisuda November, lalu bisnis mulai Desember 2010.
Modalnya berasal dari subsidi orang tua?
Sejak dulu, nggak ada subsidi. Kredit di beberapa bank. Dua mobil dan dua truk masih utang empat tahun. Ambil kredit lagi kursi (selama) dua tahun.
Berapa jumlah karyawan di sini?
Enam chef, yang lain masih freelance. Perhitungannya, misalnya waiters, tigawaiter melayani 100 tamu. Kalau pesanan banyak, chef bisa membuat grup sendiri-sendiri. Ada grup yang menangani sayur, ada grup yang menangani daging. Saya bagian quality control, mengecek bentuk, rasa, sampai warna.
Apakah ada resep andalan dari Ibu Iriana atau Bapak Joko Widodo?
Wong Ibu ndak bisa masak. Tapi, ada resep andalan sini, sup kantong telur dan bitterballen.
Bagaimana suka duka berbisnis?
Bisnis itu susah, stres, dan capek. Tahun pertama saya cuma jual makanan, tahun kedua menyediakan paket pernikahan lengkap. Kebetulan, ada gedung milik keluarga, Graha Saba Buana Centre, yang bisa dipakai. Omzet meningkat terus. Sekarang kami mampu melayani sampai 8.000 pak per hari.*
Order datang dari mana saja?
Solo, Pacitan, Magetan, dan Madiun. Jawa Tengah dan Jawa Timur lah. Banyak yang nolak karena ini makanan ya.
Apakah yang berubah sejak bapak menjadi pejabat, mulai wali Kota Solo, gubernur DKI Jakarta, sampai presiden RI?
Tidak ada yang berubah. Tamu datang ke sini karena makanannya, bukan karena saya anak siapa.
Apakah sekarang ikut tender di Pemkot Solo?
Ya, sudah boleh ikut (tender) lagi. Kan bapak sudah ndak berada di pemkot. Tapi, tidak berarti menang tender terus, (saya) tetap ikut aturan.
Apakah ada rencana mengajak adik-adik, Kahiyang Ayu dan Kaesang Pangarep, mengembangkan bisnis ini?
Saya tidak suka sistem kekeluargaan begitu, kayak KKN saja. Biar adik-adik bikin usaha sendiri.
Di luar bisnis, apa saja kegiatan yang dilakukan?
Hobi nonton dan sepak bola.
Tentang akun Twitter milik Anda?
Itu palsu semua. Saya nggak punya Twitter. Dimanfaatkan orang, biarin aja. Itu yang melakukan orang-orang kesepian, biarin aja
* Di Solo, klien lebih menyukai penyajian dengan cara ’’piring terbang’’ atau racikan, baik di rumah maupun di gedung dengan jumlah tamu ribuan orang. Jadi, tamu duduk mengikuti prosesi acara, kemudian pelayan yang membawakan makanan. Satu tamu mendapat satu seri makanan yang terdiri atas snack-teh, sup, nasi beserta lauk, terakhir dessert. Sebaliknya, model prasmanan kurang diminati.