KORBAN KONFLIK: Bocah-bocah pengungsi Syria siap berangkat ke sekolah PBB di kamp Al Zaatari di Mafraq, Jordania, dekat perbatasan Syria.(Muhammad Hamed/Reuters)

BEIRUT – Senin lusa (15/3) genap empat tahun Syria berkubang krisis. Krisis politik yang kini menjadi krisis kemanusiaan itu telah mengakibatkan jutaan warga sipil telantar. Tetapi, kondisi Syria belum berubah. Presiden Bashar Al-Assad masih berkuasa, oposisi masih terus bergerilya, dan warga sipil tetap menjadi korban.
Menjelang peringatan tahun keempat krisis Syria, sekitar 20 lembaga HAM internasional merilis pernyataan bersama yang berisi kritik terhadap PBB. Tepatnya, Dewan Keamanan (DK) PBB. Lembaga-lembaga HAM itu menganggap badan paling berpengaruh dalam organisasi terbesar dunia tersebut terlalu diam dalam menghadapi krisis Syria. Tidak seperti saat menghadapi krisis senada di Libya.
Melalui pernyataan sikap gabungan bertajuk Failing Syria, lembaga-lembaga HAM internasional mengajak masyarakat dunia beraksi untuk Syria. Sebab, krisis kemanusiaan di republik tepi Laut Mediterania itu kian memprihatinkan. Menunggu aksi negara-negara kuat anggota tetap DK PBB, melalui resolusinya, hanya akan membuat rakyat Syria semakin menderita.
Tahun lalu DK PBB melahirkan tiga resolusi untuk Syria. Di antaranya, resolusi bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik senjata di Syria agar melindungi warga sipil. Selain itu, resolusi berisi perintah bagi pasukan pemerintah, oposisi, serta kelompok bersenjata agar memberikan akses seluas-luasnya kepada sukarelawan kemanusiaan untuk membantu warga sipil.
''Sayangnya, resolusi-resolusi tersebut beserta harapan-harapan yang diciptakannya tidak mampu mengubah kondisi Syria. Warga sipil tetap terabaikan dan tidak diindahkan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Bahkan, oleh negara-negara kuat yang tercatat sebagai anggota DK PBB sendiri.'' Demikian kritik lembaga-lembaga HAM tersebut dalam pernyataan tertulis.
Tanpa aksi, menurut lembaga-lembaga HAM itu, resolusi DK PBB tidak lebih dari kumpulan kata-kata di lembaran kertas saja. ''Kenyataan pahit yang kita hadapi bersama adalah DK PBB gagal mengimplementasikan resolusi-resolusi tersebut di lapangan,'' kritik Jan Egeland, Sekjen Dewan Pengungsi Norwegia. Tanpa aksi nyata negara-negara yang membidani kelahirannya, resolusi itu memang tidak bertaji.
Tahun lalu, menurut Egeland, semua pihak yang terlibat konflik Syria mengabaikan resolusi DK PBB. Mereka tetap saja saling serang dan tidak peduli kepada kesibukan sukarelawan medis maupun kemanusiaan yang berusaha membebaskan warga sipil dari medan pertempuran. Hingga saat ini pun, resolusi-resolusi 2014 belum diterapkan secara semestinya.
Dalam dokumen setelah 27 halaman itu, lembaga-lembaga HAM internasional kembali memublikasikan data tentang korban. Selama setahun terakhir, jumlah warga sipil yang terisolasi karena perang telah berlipat dua. Yakni, menjadi sekitar 4,8 juta jiwa. Sedangkan jumlah anak-anak yang menjadi korban meningkat 31 persen ketimbang tahun lalu, menjadi sekitar 5,4 juta.
''Apa artinya resolusi bagi seorang ibu yang rumahnya sudah hancur karena bom dan anak-anaknya kelaparan jika (resolusi itu) diabaikan?'' keluh Andy Baker, direktur Oxfam, tentang tiga resolusi yang tidak diterapkan itu. Selain Oxfam dan Dewan Pengungsi Norwegia, lembaga HAM yang ikut meneken pernyataan sikap tersebut adalah Komite Penyelamatan Internasional dan Handicap International.