Foto Ilustrasi: Beky Subechi/Jawa Pos
Associate Director Research and Consultancy Knight Frank Indonesia Hasan Pamudji mengatakan, dalam laporan terbaru Prime Global Cities Index, harga properti segmen atas di Jakarta melesat 27,3 persen selama satu tahun terakhir. ”Ini jauh di atas rata-rata kenaikan harga di 33 kota dunia yang sebesar 4 persen,” ujarnya kemarin (11/11).
Data laporan salah satu perusahaan konsultan properti terbesar di dunia yang berpusat di London, Inggris, itu menunjukkan, kenaikan harga properti di Jakarta juga jauh di atas Los Angeles yang ada di posisi kedua dengan angka 16,3 persen. Bahkan, di jajaran sepuluh besar, hanya ada dua kota dari kawasan Asia, yakni Jakarta dan Bengaluru –dulu dikenal dengan nama Bangalore– di India.
Jakarta juga jauh mengungguli kota-kota metropolitan dunia seperti Sydney yang ada di urutan ke-5 dengan kenaikan 11,6 persen, London (10) dengan 7,4 persen, New York (11) dengan 6,7 persen, Tokyo (16) dengan 4,5 persen, serta Roma dengan 1,5 persen. Dari 33 kota yang disurvei Knight Frank, 26 kota mencatat kenaikan harga dan 7 kota justru mencatat penurunan harga. Yakni Hongkong yang minus (-) 1,1 persen, Paris -2,5 persen, Zurich -2,7 persen, Moskow -3,7 persen, Jenewa -5,6 persen, St Petersburg -8,7 persen, dan Singapura -10,0 persen.
Menurut Hasan, selama periode September 2013–September 2014, lonjakan properti di Jakarta banyak terjadi pada September 2013–Maret 2014. Sementara mulai periode April 2014 hingga September 2014, laju pertumbuhan harga properti langsung melambat menjadi hanya 2,5 persen. Bahkan, pada periode Juli hingga September 2014, pertumbuhannya hanya 1,2 persen. ”Ini efek perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” katanya.
Dalam survei Prime Global Cities Index, Knight Frank menyurvei pergerakan harga properti segmen atas, dengan kisaran harga Rp 30 juta per meter persegi ke atas. Dengan kisaran harga tersebut, beberapa proyek properti yang tercakup adalah proyek perumahan dan apartemen mewah.
Meski kenaikan harga dalam enam bulan terakhir melambat, Hasan mengatakan bahwa harga properti di Jakarta sepanjang tahun ini masih akan naik cukup tinggi. Walaupun tidak setinggi tahun lalu yang mencapai angka 36 persen. ”Transaksi (pembelian properti kelas atas, Red) memang belum banyak. Pembeli masih wait and see, menunggu kepastian politik dan ekonomi,” ucapnya.
Hasan optimistis harga properti di Jakarta terus tumbuh. Apalagi, dibanding kota-kota besar lain di dunia, harga properti kelas atas di Jakarta masih tergolong sangat murah. ”Karena itu, Jakarta masih menjadi tujuan investasi properti yang sangat menarik,” tegasnya.
Data Knight Frank pada akhir 2013 menyebutkan, rata-rata harga properti kelas atas di Jakarta sebesar USD 4.099 per meter persegi. Harga tersebut masih berada di bawah Kuala Lumpur yang USD 5.882 per meter persegi, Bangkok dengan USD 9.234 per meter persegi, atau bahkan Singapura yang sudah melesat jauh hingga USD 31.250 per meter persegi.
Pengamat properti Panangian Simanungkalit mengatakan, di antara semua jenis properti, apartemen memang yang paling banyak dicari. Karena itu, tak mengherankan jika launching ratusan unit apartemen bisa ludes terjual hanya dalam beberapa jam. ”Sebagian untuk ditinggali, sebagian untuk investasi,” ujarnya.
Menurut Panangian, secara umum, kenaikan harga properti di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia lainnya, seperti Surabaya, Medan, Bandung, dan Makassar, memang akan melambat tahun ini seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi. ”Tahun ini saya kira kenaikan properti hanya di kisaran 10 persen,” ucapnya.
Selain Jakarta, sepanjang tahun ini harga properti di Surabaya juga terus menunjukkan tren peningkatan. Diperkirakan, rata-rata kenaikan harga properti hingga akhir tahun nanti ada di kisaran 10 hingga 30 persen. Wakil Ketua DPD Asosiasi Real Estate Broker Indonesia Jatim Tritan Saputra mengatakan, kenaikan harga properti berlaku untuk semua segmen, baik bawah, menengah, maupun atas. Hanya, persentase kenaikan berbeda-beda, bergantung pada segmen properti dan lokasi. ”Diperkirakan, hingga akhir tahun nanti persentase kenaikan tidak berubah,” katanya Selasa (11/11).
Menurut Tritan, wilayah dengan pembangunan infrastruktur mengalami kenaikan harga cukup pesat. ”Adanya pembangunan frontage di kawasan Ahmad Yani menarik minat pengembang untuk membangun properti di kawasan tersebut sehingga cukup mengerek harga. Selain itu, kenaikan harga properti di wilayah Surabaya Timur juga terkerek, terutama sejak adanya jalan MERR. Bahkan, pada tahun lalu, kenaikan harga di wilayah tersebut dalam setahun bisa mencapai 50 sampai 100 persen,” paparnya.
Faktor stabilitas ekonomi dan politik membuat properti menjadi alternatif investasi yang menjanjikan. ”Sedangkan dari sisi pembeli, pada awal tahun memang cenderung menahan melakukan pembelian. Kebanyakan memilihwait and see karena situasi politik. Kemudian, pada pertengahan tahun, khususnya end user, mulai melakukan pembelian properti kembali,” urainya.
Sebelumnya Bank Indonesia Wilayah IV Jatim mencatat rata-rata harga properti residensial di empat kota di Jatim, yaitu Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto, pada triwulan pertama 2014 menunjukkan peningkatan. Hal itu terlihat dari kenaikan indeks harga properti residensial (IHPR) yang meningkat 4,26 persen dibanding triwulan sebelumnya.
Berdasar tipe rumah yang ditawarkan, kenaikan IHPR tertinggi terjadi pada rumah tipe besar, yaitu sebesar 5,8 persen, disusul tipe menengah dengan 5,2 persen. ”Sedangkan tipe rumah kecil hanya naik 1,4 persen,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur Dwi Pranoto.